Selasa, 01 Januari 2013

Kepompong Bergizi Mengemis Kasih



            Siang ini hujan turun deras sekali, menyapu debu berzig-zag diudara lepas. Selepas pulang sekolah Ira menatap kaca di ruang tamu yang berembun karena hujan deras dari semalam. Hari ini mama dan bapak Ira sedang keluar kota, Ira tinggal dan ditemai Eka pembantunya yang kebetulan sekarang sedang izin pulang menengok mamanya. Karena derasnya hujan, jalanan didepan rumah Ira nampak kabur dan ketika itu melintaslah motor yang tiba-tiba menyalakan lampu motornya ke arah pintu masuk rumah Ira. Ira terkejut ketika melihat motor berbelok masuk ke halaman, dengan rasa penasaran Ira lompat dari kursinya dan menuju pintu luar, mengamati perlahan-lahan kendaraan yang menghampirinya. “Oh, Dewi..dari mana kamu, kok hujan-hujanan sih?”. Dewi adalah kenalan Ira saat mengikuti lomba olimpiade matematika tingkat provinsi. Awal pertemuan mereka berlanjut hingga akrab ngobrol via pesan singkat. “Iya nih, hujannya tidak berhenti dari semalam. Padahal aku harus pergi kerumah tanteku di kota”, Dewi menjelaskan sementara tubuhnya kedinginan. “Masuk dulu yuk, kamu kedinginan tuh, rumah tante kamu kan jauh, kenapa tidak pakai jas hujan?”. “Aku buru-buru Ra, soalnya mama sama bapak sudah dirumah tante, lagi ada acara keluarga, jadi aku harus nyusul sekarang karena tadi lagi ada Try Out untuk Ujian Nasional”. Berselang sepuluh menit dari percakapan singkat tiba-tiba kakak Dewi berhenti di depan gerbang rumah Ira. “Eh, Ra aku pamit dulu yah, aku Cuma mau nitip motorku, aku pergi sama kakakku yah, besok aku balik jadi sekalian aku mampir ngambil motorku yah”. “Iya Wi, hati-hati yah dijalan”.
Esok harinya langit tetap menampakkan kegelapannya, tidak ada sisi untuk cahaya matahari. Gerimis tetap turun menyambut hari yang baru. Ira bergegas mempersiapkan perlengkapan sekolahnya. Pagi ini Ira benar-benar sibuk mempersiapkan dirinya, karena pembantunya tidak menemaninya hari ini untuk membuatkan sarapan, semuanya Ira lakukan sendiri hari ini.“Teng-teng”, lonceng istirahat di sekolah berdering semu diantara gemuruh hujan dan seruan siswa yang langsung menyerbu kantin ibu Ika. Ira bersama teman-teman prianya Edi, Anang, Frans dan Jong langsung mengambil bola basket dan bermain ditengah rintikan hujan. Ira masuk tim basket laki-laki yang ada disekolahnya. Guru olahraganya yang memilihnya langsung. Disamping sifat manjanya, Ira punya sisi lain yang menonjolkan kejantanannya. “Eh Ra, motor siapa tadi yang ada di teras rumahmu?”, Edi iseng bertanya sembari mengisi obrolan mereka. “Oh, itu temanku yang aku kenal waktu olimpiade kemarin, dia nitip motornya karena ada acara keluarganya kemarin sore dan hujan deras, jadi dia titip motor di rumah”. Di tengah-tengah perbincangan mereka muncul sosok pria tinggi dengan postur badan yang ideal berjalan menghampiri mereka seraya memegang sapu lidi. Ira, Edi, Anang, Frans dan Jong tidak lagi bisa berkata apapun kecuali meninggalkan lapangan secepat mungkin sebelum guru olahraga mereka akan menyapu betis mereka satu per satu. “Gila bapak, kok kita di giring sadis gitu”, Ira memberikan argumennya ditengah napas ngos-ngosannya. “Untung lah kita tidak ketangkap kan, mending kita ke kantin deh, sudah sepi kantin dari monster-monster pembasmi makanan”, Frans mengajak rekan-rekannya beralih ke kantin. “Yang penting habis ini kita langsung masuk kelas sebelum bapak mengeksekusi kita”, Jong ikut menyumbangkan idenya. Sepulang sekolah Ira langsung membuang dirinya ke tempat tidur, tidur di tengah turunnya hujan jadi kenikmatan sendiri dari pada harus melamun menatap embun di kaca jendela. Sore menjelang, perut Ira berdendang meneriakkan lapar yang terus menerus menerjangnya dimusim dingin ini. Ira terkejut seketika melihat mama dan bapaknya yang langsung muncul dihadapannya seperti penampakan yang memutuskan kewarasan Ira. “Mama, bapak kok disini. Ngagetin Ira aja sih”.” Sorry sayang, mama dengar dari kak Eka katanya tidak bisa temani kamu, jadi mama sama bapak langsung pulang nengok kamu”.”Mama apaan sih, Ira kan sudah besar mama”.” Kita kan khawatir sayang”, bapak Ira meyakinkan perhatian mereka untuk putri tunggalnya yang kini jadi bintang sekolah, walaupun sering sulit mendengarkan teguran gurunya. “Mama sudah siapkan makan malam, kamu mandi yah sayang, nanti kita makan malam sama-sama”.”Iya mam, makasih yah mamaku sayang”.”Ra, motor siapa di depan sayang?”, bapak Ira memotong pembicaraan.”Oh, itu motor teman Ira pa, Dewi namanya. Ira kenal dia waktu olimpiade matematika, kemarin hujan dan dia lagi ada acara keluarganya”.”Oh, iya, bapak hanya tanya itu saja. Kamu mandi sana bau banget”.”Bapak ngada-ngada deh, akukan sering luluran pakai parfum”, Ira menutup pintu kamar sambil tertawa geli.
Dua hari terlewatkan dari pertemuan terakhir Ira dan Dewi. Sore ini nampak sunset berwarna orange terang, Dewi turun dari motor kakaknya dan berjalan ke arah rumah Ira, sementara Ira sedang bergurau bersama mama dan bapaknya di taman. “Hei Wi, baru pulang yah, mana oleh-olehnya nih”, Ira bergurau sementara Dewi hanya tersenyum pada mama dan bapak Ira. “Hai om, tante apa kabarnya?”.”Oh alhamdulillah baik nak”, jawab mama Ira dengan senyum manisnya. Dewi bersalaman dengan Ira dan orang tuanya sambil memohon pamit untuk pulang. “Dewi itu cantik yah Ra!”. “Iya mam, dia juga pinter loh ma”. “Terus anak bapak dikalah pintarnya yah dari Dewi?”. “Ih, yah tidak dong pa, aku kan yang juara kemarin, jadi jelas dong Ira yang lebih”, Ira tertawa meyakinkan bapaknya.”Bapak ingatkan jangan pernah sombong ya nak”.”Iya bapak, Ira tau itu”. Bulan berganti dan musim hujan tetap bergulir melumuti tanah di sepanjang jalan masuk sekolah. Pagi ini terulang kembali, Ira harus menyambut hari yang baru bersama kak Eka tanpa mama dan bapak, orang tuanya mendapat tugas keluar kota. “Ira, bangun dek. Kamu kan harus sekolah, nanti mama marah kalau dengar kamu telat ke sekolahnya”, pembantu Ira seperti alarm yang diatur berulang-ulang untuk membangunkan Ira. Akhirnya jam 9 Ira berangkat ke sekolah yang hanya berada tepat di depan rumah Ira, dan seperti biasanya pembina osis memantau Ira yang selalu tidak tepat waktu. Ketika terkejut Ira mengambil keputusan melompati pagar dan bermain kucing-kucingan dengan gurunya. Setelah lolos Ira mengetuk pintu kelas dan meminta izin guru untu masuk. Beruntung pagi ini mata pelajaran matematika dan guru Ira tak bertanya apapun kecuali berpikir Ira habis dari kantor untuk persiapan lomba biologi tingkat provinsinya. “Ra”, Edi berbisik di tengah-tengah menit terakhir guru matematikanya keluar. “Ya, kenapa?”.”Kamu tahu kabar tentang Dewi?”.”Emang kenapa, dia belum menghubungiku akhir-akhir ini”.”Ada yang mau aku ceritakan ke kamu”.”Iya, nanti pulang sekolah yah”.”Ok”. Bel pulang sekolah berbunyi dan Ira tak ingat janjinya dengan Edi tadi pagi. Ira mengikuti bimbingan dan Edi ikut pelajaran di kelas. Akhirnya mereka harus bertemu esok harinya.
            “Tinung..tinung..tinung..nung nung..”, handphone Ira berdering. “Halo Nunu, apa kabar?”.”Iya baik ni, kamu baru pulang sekolah yah?”.”Iya nih, kamu sedang apa sekarang?”.”Lagi baring nih, ada yang mau aku ceritakan ke kamu, kamu ke rumah yah?”.”Iya, tunggu aku yah”. Nunu adalah teman Ira dan Dewi, Ira mengenali Nunu karena bapak mereka rekan kerja sedangkan Dewi dan Nunu satu sekolah.
            Mobil Ira parkir dihalaman rumah Nunu. Nunu lagsung mempersilahkan Ira masuk ke kamarnya. “Ra, minggu lalu Dewi ke rumahmu yah?”.”Iya, dia nitip motor karena ada acara keluarganya”.”Astaga Ra, kamu tidak tahu yah?”.”Soal apa?”.”Dewi itu akhir-akhir ini tidak pernah masuk sekolah dan mamanya bertanya ke aku dan teman-teman di mana Dewi, kata mamanya Dewi nginap di rumah Eni, tapi Eni bilang tidak pernah sekalipun Dewi nginap di rumah”.”Terus apa hubungannya dengan aku?”.”Waktu dia ke rumahmu sebenarnya dia melarikan diri sama pacarnya, dia suka pakai nama teman-teman untuk ambil kesempatan, sekarang dia tidak ada di mana-mana, semua guru dan teman-temanku sibuk cari dia, padahal sudah mau Ujian Nasional kan!”.”Hah, jadi sekarang dia dimana dong?”.”Itu yang mau aku tanyakan ke kamu, mama Dewi sekarang sering sakit dan suka nangis nyari Dewi”.”Kalau gitu aku yang hubungi dia dan suruh dia pulang, keterlaluan sekali sih”.”Ra, kamu nggak boleh tunjukin kalau kamu tahu kita sedang nyari dia. Kemarin aku hubungi dia dan tidak ada respon apapun setelah aku tanya soal dia dimana”.”Jadi aku harus pura-pura bagaimana?”. Setelah percakapan yang panjang, akhirnya Ira pun juga menyadari perjanjiannya dengan Edi untuk pembicarakan persoalan Dewi, yang ternyata pembahasannya masalah pelarian Dewi yang menyangkutkan diri Ira, akhirnya Ira pamit pulang.
            “Halo, Wi, apa kabar?”.”Oh baik ni. Kamu lagi ngapain?”.”Lagi nonton sih, kalau kamu lagi apa?”.”Aku lagi belajar ni di rumah, Ra”.”Oh iya Wi aku bisa tidak minta tolong, besokkan aku mau olimpiade tingkat provinsi, minta tolong belikan aku makanan ringan dong, soalnya mama bapak tidak disini dan aku tidak mungkin harus membeli semua itu kan”.”Bisa, dimana kita bisa ketemu Ra”.”Kamu bisa nggak bawain di bandara, soalnya aku nggak dirumah sekarang”.”Ok, tentulah sayang”.”Iya, makasih yah Wi”.
            Keesokan harinya Ira dan Dewi ketemu di bandara. Sambil menyodorkan makanan ringannya Dewi dan pacarnya langsung ditangkap teman-teman Dewi dan gurunya. Ira tidak bisa berkata apapun kecuali bertanya-tanya kenapa dan apa yang terjadi pada Dewi. Tetapi waktu telah menuntut Ira untuk melagkahkan kakinya ke dalam pesawat.
            Setelah sepuluh hari berlalu akhirnya Ira kembali, Nunu pun menyempatkan menjemput Ira.”Nuk, bagaimana kabar Dewi sekarang, kok dia tidak pernah hubungi aku selama aku ngikuti lomba, biasanya dia ngasih doa dan dukungan ke aku, apa dia marah sama aku yah?”.”Astaga Ra, ada yang aku lupa tentang Dewi”.”Apa?”.Akhirnya Nunu menceritakan semua kejadian tentang Dewi ke Ira selama perjalanan pulang. “Dewi itu adalah anak perempuan satu-satunya dari dua bersaudara, tapi dia dan saudaranya tidak pernah diperhatikan orang tuanya, orang tuanya selalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Mamanya seorang dokter spesialis yang terkenal dan Bapaknya seorang pengusaha tambang terkenal. Sepertinya Dewi tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya, dia tidak pernah mempertimbangkan apapun sebelum mengambil keputusan, dia hanya mengandalkan semua materinya untuk membahagiakan dirinya, sehingga apapun yang dia inginkan selalu terpenuhi. Jangankan itu, Dewi pun berani mengancam orang tuanya dengan tindakan nekat kalau permintaannya tidak terpenuhi. Orang tuanya juga tak bisa berkata apapun selain mengiyakan permintaan Dewi. Waktu itu Dewi hamil diluar nikah dan dia harus pindah sekolah karena orang tuanya malu, tetapi yang aku dengar Dewi bunuh diri kemarin dari lantai 3 rumahnya, dengar-dengar karena pacarnya tidak mau bertanggung jawab”. Ira ternganga mendengar penjelasan Nunu.”Kok kamu nggak bilang sih Nuk?”.”Aku takut ganggu konsentrasi kamu Ra, makanya aku nggak berani bilang ke kamu”.
            Sore ini Ira dan Nunu berkunjung ke rumah Dewi, melihat keadaan keluarga Dewi. Ira dan Nunu menyempatkan berziara ke makam Dewi, walaupun mama Dewi tampak terpuruk sekali harus kehilangan anak perempuannya. Mama Dewi sekarang lebih sering melamun dan menghabiskan waktunya di rumah dibandingkan sebelum kejadian ini. Terasa banyak waktu yang bisa di manfaatkan bersama keluarga yang dengan begitu saja terlewatkan.

0 Comments: