Siang ini hujan turun deras sekali,
menyapu debu berzig-zag diudara lepas. Selepas pulang sekolah Ira menatap kaca
di ruang tamu yang berembun karena hujan deras dari semalam. Hari ini mama dan
bapak Ira sedang keluar kota, Ira tinggal dan ditemai Eka pembantunya yang
kebetulan sekarang sedang izin pulang menengok mamanya. Karena derasnya hujan,
jalanan didepan rumah Ira nampak kabur dan ketika itu melintaslah motor yang
tiba-tiba menyalakan lampu motornya ke arah pintu masuk rumah Ira. Ira terkejut
ketika melihat motor berbelok masuk ke halaman, dengan rasa penasaran Ira
lompat dari kursinya dan menuju pintu luar, mengamati perlahan-lahan kendaraan
yang menghampirinya. “Oh, Dewi..dari mana kamu, kok hujan-hujanan sih?”. Dewi
adalah kenalan Ira saat mengikuti lomba olimpiade matematika tingkat provinsi.
Awal pertemuan mereka berlanjut hingga akrab ngobrol via pesan singkat. “Iya
nih, hujannya tidak berhenti dari semalam. Padahal aku harus pergi kerumah
tanteku di kota”, Dewi menjelaskan sementara tubuhnya kedinginan. “Masuk dulu
yuk, kamu kedinginan tuh, rumah tante kamu kan jauh, kenapa tidak pakai jas
hujan?”. “Aku buru-buru Ra, soalnya mama sama bapak sudah dirumah tante, lagi
ada acara keluarga, jadi aku harus nyusul sekarang karena tadi lagi ada Try Out
untuk Ujian Nasional”. Berselang sepuluh menit dari percakapan singkat
tiba-tiba kakak Dewi berhenti di depan gerbang rumah Ira. “Eh, Ra aku pamit
dulu yah, aku Cuma mau nitip motorku, aku pergi sama kakakku yah, besok aku
balik jadi sekalian aku mampir ngambil motorku yah”. “Iya Wi, hati-hati yah
dijalan”.
Esok
harinya langit tetap menampakkan kegelapannya, tidak ada sisi untuk cahaya
matahari. Gerimis tetap turun menyambut hari yang baru. Ira bergegas mempersiapkan
perlengkapan sekolahnya. Pagi ini Ira benar-benar sibuk mempersiapkan dirinya,
karena pembantunya tidak menemaninya hari ini untuk membuatkan sarapan,
semuanya Ira lakukan sendiri hari ini.“Teng-teng”, lonceng istirahat di sekolah
berdering semu diantara gemuruh hujan dan seruan siswa yang langsung menyerbu
kantin ibu Ika. Ira bersama teman-teman prianya Edi, Anang, Frans dan Jong
langsung mengambil bola basket dan bermain ditengah rintikan hujan. Ira masuk
tim basket laki-laki yang ada disekolahnya. Guru olahraganya yang memilihnya
langsung. Disamping sifat manjanya, Ira punya sisi lain yang menonjolkan
kejantanannya. “Eh Ra, motor siapa tadi yang ada di teras rumahmu?”, Edi iseng
bertanya sembari mengisi obrolan mereka. “Oh, itu temanku yang aku kenal waktu
olimpiade kemarin, dia nitip motornya karena ada acara keluarganya kemarin sore
dan hujan deras, jadi dia titip motor di rumah”. Di tengah-tengah perbincangan
mereka muncul sosok pria tinggi dengan postur badan yang ideal berjalan
menghampiri mereka seraya memegang sapu lidi. Ira, Edi, Anang, Frans dan Jong
tidak lagi bisa berkata apapun kecuali meninggalkan lapangan secepat mungkin
sebelum guru olahraga mereka akan menyapu betis mereka satu per satu. “Gila
bapak, kok kita di giring sadis gitu”, Ira memberikan argumennya ditengah napas
ngos-ngosannya. “Untung lah kita tidak ketangkap kan, mending kita ke kantin
deh, sudah sepi kantin dari monster-monster pembasmi makanan”, Frans mengajak
rekan-rekannya beralih ke kantin. “Yang penting habis ini kita langsung masuk
kelas sebelum bapak mengeksekusi kita”, Jong ikut menyumbangkan idenya. Sepulang
sekolah Ira langsung membuang dirinya ke tempat tidur, tidur di tengah turunnya
hujan jadi kenikmatan sendiri dari pada harus melamun menatap embun di kaca
jendela. Sore menjelang, perut Ira berdendang meneriakkan lapar yang terus
menerus menerjangnya dimusim dingin ini. Ira terkejut seketika melihat mama dan
bapaknya yang langsung muncul dihadapannya seperti penampakan yang memutuskan
kewarasan Ira. “Mama, bapak kok disini. Ngagetin Ira aja sih”.” Sorry sayang,
mama dengar dari kak Eka katanya tidak bisa temani kamu, jadi mama sama bapak
langsung pulang nengok kamu”.”Mama apaan sih, Ira kan sudah besar mama”.” Kita
kan khawatir sayang”, bapak Ira meyakinkan perhatian mereka untuk putri
tunggalnya yang kini jadi bintang sekolah, walaupun sering sulit mendengarkan
teguran gurunya. “Mama sudah siapkan makan malam, kamu mandi yah sayang, nanti
kita makan malam sama-sama”.”Iya mam, makasih yah mamaku sayang”.”Ra, motor siapa
di depan sayang?”, bapak Ira memotong pembicaraan.”Oh, itu motor teman Ira pa,
Dewi namanya. Ira kenal dia waktu olimpiade matematika, kemarin hujan dan dia
lagi ada acara keluarganya”.”Oh, iya, bapak hanya tanya itu saja. Kamu mandi
sana bau banget”.”Bapak ngada-ngada deh, akukan sering luluran pakai parfum”,
Ira menutup pintu kamar sambil tertawa geli.
Dua
hari terlewatkan dari pertemuan terakhir Ira dan Dewi. Sore ini nampak sunset
berwarna orange terang, Dewi turun dari motor kakaknya dan berjalan ke arah
rumah Ira, sementara Ira sedang bergurau bersama mama dan bapaknya di taman.
“Hei Wi, baru pulang yah, mana oleh-olehnya nih”, Ira bergurau sementara Dewi
hanya tersenyum pada mama dan bapak Ira. “Hai om, tante apa kabarnya?”.”Oh
alhamdulillah baik nak”, jawab mama Ira dengan senyum manisnya. Dewi bersalaman
dengan Ira dan orang tuanya sambil memohon pamit untuk pulang. “Dewi itu cantik
yah Ra!”. “Iya mam, dia juga pinter loh ma”. “Terus anak bapak dikalah
pintarnya yah dari Dewi?”. “Ih, yah tidak dong pa, aku kan yang juara kemarin,
jadi jelas dong Ira yang lebih”, Ira tertawa meyakinkan bapaknya.”Bapak
ingatkan jangan pernah sombong ya nak”.”Iya bapak, Ira tau itu”. Bulan berganti
dan musim hujan tetap bergulir melumuti tanah di sepanjang jalan masuk sekolah.
Pagi ini terulang kembali, Ira harus menyambut hari yang baru bersama kak Eka
tanpa mama dan bapak, orang tuanya mendapat tugas keluar kota. “Ira, bangun
dek. Kamu kan harus sekolah, nanti mama marah kalau dengar kamu telat ke
sekolahnya”, pembantu Ira seperti alarm yang diatur berulang-ulang untuk
membangunkan Ira. Akhirnya jam 9 Ira berangkat ke sekolah yang hanya berada
tepat di depan rumah Ira, dan seperti biasanya pembina osis memantau Ira yang
selalu tidak tepat waktu. Ketika terkejut Ira mengambil keputusan melompati
pagar dan bermain kucing-kucingan dengan gurunya. Setelah lolos Ira mengetuk
pintu kelas dan meminta izin guru untu masuk. Beruntung pagi ini mata pelajaran
matematika dan guru Ira tak bertanya apapun kecuali berpikir Ira habis dari
kantor untuk persiapan lomba biologi tingkat provinsinya. “Ra”, Edi berbisik di
tengah-tengah menit terakhir guru matematikanya keluar. “Ya, kenapa?”.”Kamu
tahu kabar tentang Dewi?”.”Emang kenapa, dia belum menghubungiku akhir-akhir
ini”.”Ada yang mau aku ceritakan ke kamu”.”Iya, nanti pulang sekolah yah”.”Ok”.
Bel pulang sekolah berbunyi dan Ira tak ingat janjinya dengan Edi tadi pagi.
Ira mengikuti bimbingan dan Edi ikut pelajaran di kelas. Akhirnya mereka harus
bertemu esok harinya.
“Tinung..tinung..tinung..nung
nung..”, handphone Ira berdering. “Halo Nunu, apa kabar?”.”Iya baik ni, kamu
baru pulang sekolah yah?”.”Iya nih, kamu sedang apa sekarang?”.”Lagi baring
nih, ada yang mau aku ceritakan ke kamu, kamu ke rumah yah?”.”Iya, tunggu aku
yah”. Nunu adalah teman Ira dan Dewi, Ira mengenali Nunu karena bapak mereka
rekan kerja sedangkan Dewi dan Nunu satu sekolah.
Mobil Ira parkir dihalaman rumah
Nunu. Nunu lagsung mempersilahkan Ira masuk ke kamarnya. “Ra, minggu lalu Dewi
ke rumahmu yah?”.”Iya, dia nitip motor karena ada acara keluarganya”.”Astaga Ra,
kamu tidak tahu yah?”.”Soal apa?”.”Dewi itu akhir-akhir ini tidak pernah masuk
sekolah dan mamanya bertanya ke aku dan teman-teman di mana Dewi, kata mamanya
Dewi nginap di rumah Eni, tapi Eni bilang tidak pernah sekalipun Dewi nginap di
rumah”.”Terus apa hubungannya dengan aku?”.”Waktu dia ke rumahmu sebenarnya dia
melarikan diri sama pacarnya, dia suka pakai nama teman-teman untuk ambil
kesempatan, sekarang dia tidak ada di mana-mana, semua guru dan teman-temanku
sibuk cari dia, padahal sudah mau Ujian Nasional kan!”.”Hah, jadi sekarang dia
dimana dong?”.”Itu yang mau aku tanyakan ke kamu, mama Dewi sekarang sering
sakit dan suka nangis nyari Dewi”.”Kalau gitu aku yang hubungi dia dan suruh
dia pulang, keterlaluan sekali sih”.”Ra, kamu nggak boleh tunjukin kalau kamu
tahu kita sedang nyari dia. Kemarin aku hubungi dia dan tidak ada respon apapun
setelah aku tanya soal dia dimana”.”Jadi aku harus pura-pura bagaimana?”. Setelah
percakapan yang panjang, akhirnya Ira pun juga menyadari perjanjiannya dengan
Edi untuk pembicarakan persoalan Dewi, yang ternyata pembahasannya masalah
pelarian Dewi yang menyangkutkan diri Ira, akhirnya Ira pamit pulang.
“Halo, Wi, apa kabar?”.”Oh baik ni.
Kamu lagi ngapain?”.”Lagi nonton sih, kalau kamu lagi apa?”.”Aku lagi belajar
ni di rumah, Ra”.”Oh iya Wi aku bisa tidak minta tolong, besokkan aku mau
olimpiade tingkat provinsi, minta tolong belikan aku makanan ringan dong,
soalnya mama bapak tidak disini dan aku tidak mungkin harus membeli semua itu
kan”.”Bisa, dimana kita bisa ketemu Ra”.”Kamu bisa nggak bawain di bandara,
soalnya aku nggak dirumah sekarang”.”Ok, tentulah sayang”.”Iya, makasih yah
Wi”.
Keesokan harinya Ira dan Dewi ketemu
di bandara. Sambil menyodorkan makanan ringannya Dewi dan pacarnya langsung
ditangkap teman-teman Dewi dan gurunya. Ira tidak bisa berkata apapun kecuali
bertanya-tanya kenapa dan apa yang terjadi pada Dewi. Tetapi waktu telah
menuntut Ira untuk melagkahkan kakinya ke dalam pesawat.
Setelah sepuluh hari berlalu
akhirnya Ira kembali, Nunu pun menyempatkan menjemput Ira.”Nuk, bagaimana kabar
Dewi sekarang, kok dia tidak pernah hubungi aku selama aku ngikuti lomba,
biasanya dia ngasih doa dan dukungan ke aku, apa dia marah sama aku yah?”.”Astaga
Ra, ada yang aku lupa tentang Dewi”.”Apa?”.Akhirnya Nunu menceritakan semua kejadian
tentang Dewi ke Ira selama perjalanan pulang. “Dewi itu adalah anak perempuan
satu-satunya dari dua bersaudara, tapi dia dan saudaranya tidak pernah
diperhatikan orang tuanya, orang tuanya selalu sibuk dengan urusan pekerjaan.
Mamanya seorang dokter spesialis yang terkenal dan Bapaknya seorang pengusaha
tambang terkenal. Sepertinya Dewi tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang
tuanya, dia tidak pernah mempertimbangkan apapun sebelum mengambil keputusan,
dia hanya mengandalkan semua materinya untuk membahagiakan dirinya, sehingga
apapun yang dia inginkan selalu terpenuhi. Jangankan itu, Dewi pun berani
mengancam orang tuanya dengan tindakan nekat kalau permintaannya tidak
terpenuhi. Orang tuanya juga tak bisa berkata apapun selain mengiyakan
permintaan Dewi. Waktu itu Dewi hamil diluar nikah dan dia harus pindah sekolah
karena orang tuanya malu, tetapi yang aku dengar Dewi bunuh diri kemarin dari
lantai 3 rumahnya, dengar-dengar karena pacarnya tidak mau bertanggung jawab”.
Ira ternganga mendengar penjelasan Nunu.”Kok kamu nggak bilang sih Nuk?”.”Aku
takut ganggu konsentrasi kamu Ra, makanya aku nggak berani bilang ke kamu”.
Sore ini Ira dan Nunu berkunjung ke
rumah Dewi, melihat keadaan keluarga Dewi. Ira dan Nunu menyempatkan berziara
ke makam Dewi, walaupun mama Dewi tampak terpuruk sekali harus kehilangan anak
perempuannya. Mama Dewi sekarang lebih sering melamun dan menghabiskan waktunya
di rumah dibandingkan sebelum kejadian ini. Terasa banyak waktu yang bisa di
manfaatkan bersama keluarga yang dengan begitu saja terlewatkan.
0 Comments:
Post a Comment